Penulis: Aisyah Sabrina Darmawan
Alumni : 2023
Hari ini entah mengapa siswa-siswi di sekolahku mengalami kesurupan, tapi untung saja tidak semua warga sekolah mengalaminya. Kudengar, kejadian kesurupan itu berawal dari beberapa anak kelas X yang usil sehingga membuat para penunggu di sekolahku merasa terganggu.
Aku ikut membantu para guru dan teman-teman lainnya untuk menangani para siswa yang kesurupan. Tak berapa lama, kejadian kesurupan itu selesai dan aku pun kembali ke kelas karena pelajaran masih berjalan.
Yang kudengar ada beberapa temanku dan adik kelasku yang pernah melihat sosok hantu penunggu sekolah ini. Ciri wajahnya putih pucat, memakai baju putih panjang, rambutnya pun panjang sampai menyentuh telapak kaki. Entah ini menakutkan atau menggelikan. Saat hantu itu lewat, posisinya seperti kayang dengan wajah menghadap ke depan. Aku tidak tahu tentang kebenaran itu karena aku belum pernah melihatnya, tetapi sudah banyak orang yang pernah melihat sosok hantu itu. Dan aku tidak ingin melihat sosok hantu menyeramkan itu.
****
Sore harinya aku teringat jika ada tugas malam untuk IPM. Entah mengapa tugas malam untuk IPM masih berlaku, mengingat pagi tadi terjadi kesurupan. Awalnya aku menolak untuk datang tugas malam, tapi dikenakan denda jika tidak hadir. Akhirnya aku memutuskan hadir.
Sesampainya di sekolah kulihat beberapa anak-anak IPM telah sampai di pintu gerbang. Namun, jumlahnya tidak sebanyak yang kubayangkan, hanya 10 orang termasuk aku sendiri.
Beberapa dari anak IPM sudah datang menemui Pak Satria si penjaga sekolah, untuk mengambil kunci gerbang dan lain-lain. Namun Pak Satria tidak ada di rumah. Beliau sudah berada di sekolah untuk merapikan beberapa ornamen yang rusak. Kami pun bergegas menuju ke sekolah, karena hari sudah hampir larut malam.
Sesampainya di sekolah, aku dan anak IPM yang lain mencari Pak Satria tetapi tidak ada. Kami memutuskan untuk masuk dengan meloncati pagar. Salah satu anak IPM dari kami mengecek pintu depan tapi terkunci, untung saja pintu samping tidak terkunci. Setelah masuk, kami berjalan menuju aula sambil mencari Pak Satria. Kami memutuskan berpencar dengan dibagi per 5 orang. Aku, Linka, Fea, Algrafi, dan Elzares satu regu pergi ke arah sekitar tempat kejadian kesurupan dan sisanya pergi ketempat lain.
“Guys, kok merinding, ya,” ucap Linka sambil mengusap-usap lengannya.
“Apaan lu, Lin, jangan bikin takut wey,” ujarku ikut merinding.
“Ini seriusan, Na.”
“Eh kalian liat itu, gak? Kayaknya ada orang di situ,” potong Fea sambil menunjuk ke sesuatu tempat.
“Mana? Gak ada apa-apa, lu jangan ikut-ikutan Linka, deh, Fe.”
“Gue serius, Na, mata lo minus kali. Ke sana yuk siapa tau itu Pak Satria,” ajak Fea.
Awalnya aku menolak, akan tetapi pada akhirnya aku menuruti kemauan mereka berempat. Setengah perjalanan tiba-tiba orang itu menghilang. Kami saling memandang satu sama lain dan……… kabur sesaat itu juga. Kami berlima tidak menyadari bahwa kami melewati lorong kelas IX yang terkenal angker. Langkah kami terhenti saat melihat bayangan melewati perbatasan kelas XII IPA 10 dan IPA 11.
“Kalian liat, kan? Apa mata gue yang minus, nih?” tanyaku memastikan.
“Engga kok, Na, mata lu gak minus.” Algrafi menjawab sambil menelan ludahnya.
Aku, Fea, Algrafi, dan Elzares segera mundur dengan perlahan, tapi hanya 2-3 langkah kami terhenti. Karena Linka hanya diam dan justru berjalan terus. Aku dan Fea bergegas menarik Linka dan membawanya menjauh dari tempat itu.
Aku, Fea, Algrafi, Elzares, dan Linka bertemu dengan anak IPM yang lain. Setelah bercerita sedikit, kami memutuskan untuk mencari Pak Satria bersama. Namun, ketua IPM kami dan satu anak IPM memutuskan tetap tinggal di tempat kami semua bertemu tadi untuk mengecek dan menyiapkan ornamen untuk acara besok.
Kami melewati lorong kelas XII lagi dan setengah perjalanan, lampu di sepanjang lorong itu tiba-tiba padam. Kami semua diam dan seketika mengeluarkan keringat dingin dengan bulu kuduk yang berdiri. Kami melihat sosok itu, iya, sosok hantu yang telah kuceritakan ciri-cirinya di awal tadi. Hantu itu berada di ujung lorong, ia mulai mendekat. Kami pun berteriak sekencang-kencangnya dan berlari. Entah apa hanya aku yang merasakan jika saat kami berlari ke ujung lorong saat kami datang itu terasa jauh.
“BRUKKK..” Aku mendengar seseorang jatuh di belakangku, aku pun berhenti berlari dan seketika itu pun lampu kembali menyala. Ternyata Linka, aku tidak tahu kenapa ia bisa jatuh dan tergeletak di lantai karena kulihat di bagian tengah lorong tidak ada benda apapun. Aku berteriak memanggil yang lain. Mereka ikut membantuku untuk menopang Linka ke tempat yang nyaman.
Tidak berapa lama, Linka pun sadar. “Emmm ” gumam Linka.
“Ada apa, Lin? Kamu sehat, kan?” tanya ketua IPM kami.
“Iya, Kay, gue gak apa-apa.”
“Lalu kenapa kamu bergumam? Dan kenapa kamu bisa tergeletak di lantai?”
“Aku seperti tersenggol sesuatu.”
“Tersenggol? Di tengah lorong gak ada apa-apa, Lin, gue kan ada di depan lo tadi,” tuturku.
Kami semua terdiam dan………………………………… Kami dikejutkan oleh seorang lelaki yang cukup tua datang menghampiri kami.
“Ada apa kalian di sini?” tanya Pak Satria yang sedari tadi kami cari.
“Bapak dari tadi kemana saja? Kami mencari bapak untuk membuka beberapa ruangan di sini,” tanya balik ketua IPM kami.
“Maafkan saya, dari tadi saya tertidur di ruang UKS, hehe,” jawab Pak Satria sambil tersenyum malu.
“Pak, apa bapak pernah melihat hantu yang berjalan dengan posisi kayang itu?” tanyaku cepat.
“Hantu itu, ya. Mmm ya bapak sering melihatnya, 5 tahun lalu hantu itu pernah muncul juga. Tapi setelah 5 tahun itu baru kali ini hantu itu muncul lagi. Sudah-sudah, ayo kalian lekas pulang. Hari sudah larut malam, orang tua kalian pasti menunggu kalian.” Pak Satria menyuruh murid-muridnya untuk pulang.
Kami pun bergegas pulang dan memutuskan untuk melanjutkan tugas itu esok pagi. Sampai sekarang kami semua tidak mengetahui kenapa hantu itu bisa ada dan memperlihatkan wujudnya kepada kami. Itu masih menjadi sebuah misteri untuk malam ini.
****
Keesokan harinya, suasana sekolah sama seperti biasanya, pembelajaran pun berjalan layaknya hari biasa seakan lupa dengan kejadian tadi malam. Namun ada beberapa peraturan yang diubah, termasuk ke kamar mandi tidak boleh sendirian. Kelas XI A dan B yang di kenal angker itu tetap digunakan untuk pembelajaran, karena kata guru-guru yang di sini jika kelas dikosongkan maka makhluk itu akan menguasai tempat tersebut, tetapi jika masih dipakai kemungkinan besar makhluk itu akan risi dengan keberadaan siswa.
09.15 sudah menunjukkan bahwa jam istirahat telah tiba. Siswa-siswi bergerombol keluar kelas masing-masing untuk membeli makanan. Adapun yang membawa bekal tetapi hanya beberapa.
Pukul 10.15 menunjukkan bahwa istirahat telah selesai. Pembelajaran pun dimulai dengan tenang.
Baru saja masuk kelas, tiba-tiba sudah dikejutkan lagi dengan adanya anak kesurupan. Ya, dia telah melanggar peraturan yaitu ke kamar mandi sendirian saat istirahat. Untung saja di sini ada guru yang bisa menangani kesurupan. Setelah kejadian itu semua siswa dan siswi sangat was-was, takut akan kejadian itu terulang lagi.
‘’Nala, ikut gue ke toilet,’’ ajak Linka. ‘’Ayo,’’ ucapku.
Setelah izin kepada guru, aku dan Linka segera ke kamar mandi karena tidak mau berlama-lama di sana. Takut akan kejadian barusan.
‘’Linka lama banget,’’ gumamku.
Karena tidak sabar, aku mengetuk pintu toilet yang dimasuki Linka. Ya, tidak ada jawaban dari Linka.
‘’Linka, lo ngapain di dalem?’’ tanyaku sedikit teriak.
Tidak ada jawaban dari Linka. Ia langsung keluar toilet tetapi dengan muka pucat. Aku sedikit heran karena Linka langsung mendahuluiku begitu saja. Aku yang bodo amat mengira bahwa mood Linka sedang tidak baik.
Aku dan Linka kembali ke kelas. Baru saja duduk langsung di kejutkan dengan Linka yang teriak-teriak di depan pintu. Aku menoleh ke arah bangku Linka. Tidak ada Linka di situ. Linka yang asli sedang teriak-teriak memarahiku, karena aku meninggalkannya di toilet. Aku tersentak apa yang barusan kuliat itu bisa terjadi. Wajahku pucat pasi dan menangis karena hal tersebut.
‘’Na, lo kok nangis?’’ tanya Elzares sambil menenangkanku.
Disusul oleh Algrafi, Arlan, Fea, Linka, dan Naya. Ya, mereka anak-anak IPM yang satu kelas denganku. Guru yang sedang mengajar juga ikut menenangkanku.
‘’Na, lo kenapa? Ayo cerita,’’ ucap Fea dengan khawatir.
“G-gue liat Linka t-tapi bukan Linka,’’ ucapku dengan getar karena takut.
‘’HA. ???’’ Semua murid di kelasku pastinya kaget dengan apa yang barusan kukatakan.
‘’Ya, ada yang menyerupai Linka waktu di toilet.’’
‘’Minum dulu, Na,’’ suruh Linka yang masih menenangkanku.
Aku melanjutkan ceritaku dari Linka keluar toilet dengan wajah pucat sampai teriak-teriak memarahiku. Guru yang mengajar di kelasku ikut kaget mendengar ceritaku. Kelas sebelah yang mendengar cerita itu langsung menceritakan ke teman-teman sekelasnya.
****
Hari sudah berlalu. Ceritaku menyebar ke seluruh siswa-siswi di sekolah, entah siapa yang menyebarkan cerita tersebut. Karena mendengar cerita itu siswa-siswi di sini sangat lebih was-was dari sebelumnya.
Hari ini semua anak IPM tidak mengikuti pelajaran karena ada rapat yang membahas kejadian-kejadian tentang sekolah ini. Tidak hanya anak IPM, melainkan ada beberapa guru yang ikut.
‘’Boleh makan gak, sih?’’ tanyaku sambil memegang perut karena lapar. Tentu saja lapar karena belum makan dari kemarin malam. Ya, kepikiran tentang kejadian yang dialaminya waktu di sekolah.
‘’Gue izinin ke guru bentar,’’ jawab Elzares yang langsung meninggalkanku untuk izin kepada guru. Setelah mendapat izin dia mengajakku ke kantin untuk membeli makan.
‘’Gue mau beli cemilan buat temen-temen juga, deh,’’ ucapku kepada Elzares. Dia hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Setelah selesai membeli makanan dan cemilan, aku dan Elzares kembali ke aula.
‘’Nih, guys, gue bawa cemilan buat kalian.’’
Mereka termasuk guru senang dan menikmati cemilan itu.
‘’Tau aja lo kalo gue lagi pengen nyemil,’’ ucap Naya sambil makan cemilan.
‘’Bener gue juga,’’ sahut Linka.
Aku tersenyum mendengar ocehan mereka. Makanku juga sudah selesai.
‘’Lahap banget lo makannya kayak ga dikasih makan seminggu,’’ ucap Elzares mengejek.
‘’Gue belum makan dari kemarin malem, gue masih kepikiran kejadian kemarin di kelas,’’ jawabku mengingat kejadian tersebut.
‘’Gue mau cuci tangan dulu.’’ Aku pamit kepada Elzares.
‘’Ajak satu temen lo, kan ga boleh sendirian.’’ Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban.
‘’Ga mungkin gue ajak Linka, masih trauma berat. Gue ajak Naya aja, deh.’’ Aku bergumam sendiri.
‘’Nay, ikut gue cuci tangan.’’ Naya langsung berdiri dan mengantarku ke toilet.
****
Sudah 2 bulan. Banyak kemajuan setelah rapat waktu lalu. Makhluk itu sudah tidak menampakkan dirinya lagi. Siswa-siswi juga merasa tenang sekarang. Sudah tidak ada yang mengganggu. Peraturan tetap tidak boleh dilanggar.
Sebentar lagi kelas XII akan lulus. Aku, Linka, Naya, Algrafi, Elzares, dan Raiden sedang berada di aula saat istirahat.
‘’Gak nyangka banget udah mau lulus kita,’’ ujar Naya kepada kita semua.
‘’Bener, cepet banget, gak kerasa,’’ timpal Linka
Hening. Akhirnya Elzares buka suara. ‘’Na, lo bakal lanjut di mana?’’ tanyanya kepadaku.
‘’Gue bakal tetep di sini kuliahnya, lo sendiri?’’ ‘’Gue ikut lo.’’
Semua tersentak kaget mendengar ucapan Elzares. Dulu Elzares suka banget sama Nala. Waktu dia nyatain perasaannya, Nala tolak. Karena takut akan masuk BK dan takut kepada kedua orang tuanya. Nala bisa disebut sebagai anak strict parent. Jika ada acara sekolah, meminta izin saja harus berulang kali sampai yakin.
Kembali kepada mereka yang masih kaget.
‘’Segitu cintanya, sampe ke mana aja diikutin,’’ sindir Algrafi.
‘’Namanya juga cinta, ya diperjuangin,’’ jawab Raiden kepada Algrafi sedikit menyindir.
‘’Udah bel, ayo ke kelas,’’ ajakku.
****
4 bulan berlalu. Sepertinya makhluk itu sudah tidak betah di sekolah ini. Sudah lama sekali tidak muncul. Semoga saja sudah tidak ada makhluk itu lagi, karena sekolah ini sudah memperketat waktu untuk salat, mengaji ini itu, dan lain-lain untuk mengusir makhluk tersebut.
Hari kelulusan pun tiba. Kelas XII senang juga sedih harus meninggalkan sekolah ini yang banyak sekali cerita mistis itu.
Singkat cerita. Elzares sempat meminta izin untuk foto bersama Nala saat kelulusan. Elzares senang karena mendapat izin orang tua Nala. Tidak hanya foto berdua. Mereka juga foto keluarga seperti akan menikah.
Seneng banget, mereka mendapat restu dari kedua orang tua.
‘’Makasih, Elzares, udah yakinin orang tua gue,’’ ucapku dengan senyum dan dibalas senyum oleh Elzares.
‘’Makasih juga udah mau nerima gue,’’ jawab Elzares.
****
Sesuai perkataan waktu itu. Elzares ikut kuliah di mana Nala kuliah. Selain kuliah mereka juga menyambi dengan kerja karena tidak mau membebani orang tua, Walaupun orang tua meraka mampu.
****
5 bulan sudah berlalu. Walaupun sudah lulus, anak alumni situ masih sangat penasaran dengan makhluk yang sering menghantui siswa-siswi sekolah. Beberapa hari yang lalu, Kayva yang dulunya ketua IPM mengajak anak IPM mencari tau tentang makhluk tersebut, dengan alasan magang. Ya, sedikit tidak masuk akal, karena ada yang tidak satu kuliahan bahkan beda jurusan, tapi kenapa bisa magang secara bersama?
Lusa mereka berangkat untuk izin magang di alumni sekolah mereka.
‘’Na, El, gue sama Algrafi bareng kalian ya,’’ pinta Linka.
Ya, motor Algrafi mogok lagi.
‘’Oke, Lin, masuk aja.’’ Aku mempersilakan mereka untuk nebeng bareng aku dan Elzares.
‘’Makasih, Nala dan Elzares,’’ jawab Linka dan Algrafi serentak.
Sesampainya di sekolah mereka minta izin untuk magang di sekolah selama 1 mingguan. Dimulai dari sekarang yang mulai mengajar murid-murid kelas VIII. Ada juga yang izin ke toilet untuk bertemu satu sama lain, untuk mencari tau tentang makhluk tersebut.
Tidak ada tanda adanya makhluk tersebut. Hingga saat mereka akan berakhir magang, di situ lah makhluk itu muncul dengan memberikan kertas dan sebuah tulisan. Tulisan itu berisi “PERGI ATAU MATI”.
Mereka semua ketakutan. Dan….. lariiiii Hingga di depan gerbang.
‘’GUE UDAH PERNAH BILANG GAUSAH NGURUSIN INI LAGI. KITA UDAH GAK ADA HUBUNGAN SAMA SEKOLAH INI. GUE UDAH GAK MAU IKUT CAMPUR, gua cabut!” ucap
Elzares dengan marah lalu pergi tak lupa membawa Nala juga.
‘’Oke, guys, gausah dilanjutin lagi. Kita fokus kuliah kita sendiri aja,’’ ucap Kayva merasa bersalah, karena dari awal emang ide dia.
Akhirnya mereka semua pergi dan bilang ke kepala sekolah karena sudah selesai magang di sini.
Setelah kejadian ini, mereka semua jarang sekali bertemu. Ada yang masih marah, kecewa, sibuk, dan lain- lain.
Seminggu sudah berlalu. Kini Nala sudah berada di rumah Elzares.
‘’Kangen sama mereka, deh,’’ ucapku agak pelan karena takut Elzares mendengarnya.
‘’Kangen siapa?’’ tanya Elzares tiba-tiba.
‘’H-hah? Gak, kok, gapapa.’’ Aku menjawab sembari sedikit senyum ala pepsodent.
‘’Gausah ketemu mereka lagi. Kita hampir aja celaka karena nurutin kemauan mereka, inget-inget itu, Nala,’’ ucap Elzares lembut kepadaku.
‘’Udah, dong, marahannya. Ini, kan, juga salah aku karena nurut mereka. Jangan marah sama mereka doang, di sini aku juga salah, El.’’
‘’Ya, tapi, kan, Na, ini tetep salah mereka masih ngeyel mau ke sana,’’ bantah Elzares tak mau kalah.
‘’Iya, El, aku paham kok, tapi ga perlu marah-marah sampe seminggu gini, dosa kamu kalo kaya gini terus.’’ Sedikit ceramah dariku untuk Elzares.
‘’Ya,’’ jawab Elzares singkat. Menandakan dia sedang marah kepada Nala. Elzares memang selalu manja kepada Nala. Sampai bisa dibilang kalo Elzares adalah bayi gedenya Nala. Cukup aneh tapi kenyataannya begitu, jadi mau gimana lagi?
Keesokan harinya Nala memulai percakapan melalui grub medsos mereka. Yup, Nala meminta maaf kepada mereka atas kelakuan Elzares waktu itu, juga Nala membujuk mereka agar saling bertemu. Semuanya setuju untuk bertemu di cafe yang biasa mereka kunjungi untuk mengerjakan tugas-tugas IPM, sedikit dejavu bagi mereka karena sudah tidak menjabat sebagai IPM lagi.
‘’Guys, gue kangen banget sama kalian,’’ ucap Linka senang sekali.
‘’Sama gue juga, oh, ya, maaf, ya kemaren udah buat ide yang gak masuk akal sampai kita semua hampir celaka,’’ ucap Kayva merasa bersalah.
‘’Udah, lupain aja itu, Va, udah lama juga, kan?’’ kata Nala.
Tak lama setelah mereka bermain permainan yang disediakan oleh cafe tersebut, Kayva pamit untuk pulang. Satu persatu dari mereka juga sudah mulai pulang. Tinggal Nala dan Elzares di cafe tersebut.
‘’Yuk pulang? Lainnya juga udah pada pulang,’’ ajakku. ‘’Yuk, udah malem juga, nanti aku dimarahin lagi sama bunda Retha, soalnya bawa main anak gadisnya mama
Sonya sampe pulang malem,’’ jawab Elzares.
‘’Hahahaha, kamu bisa aja, bukan mama Sonya sama bunda Retha doang yang marah, tapi papa Albern sama ayah Galen juga marah sama kamu, karena aku diajakin main sampe pulang malem,’’ jelasku.
‘’Hahahaha, iya, nanti dua-duanya marah-marah sama aku, let’s go kita pulang.’’ Kami beranjak dari cafe.
Sejak mereka bertemu, semuanya mulai membaik dan mereka sering meluangkan waktu untuk bersama walaupun sesibuk apapun itu mereka tetep kumpul. Entah itu di cafe, rumah Linka, Nala, Naya, dan lain sebagainya. Mereka tetep mengerjakan tugas-tugas skripsi dengan kumpul bersama.
Dan semakin hari semakin membaik. Hubungan pertemanan akan selalu membaik seiring berjalannya waktu. Sampai pada akhirnya mereka mempunyai pasangan masing-masing. Contohnya Linka dan Algrafi. Sekarang mereka memiliki hubungan sama seperti Nala dan Elzares. Yang lainnya juga tidak mau kalah. Mereka memiliki pasangan juga. Walaupun begitu hubungan persahabatan mereka tidak pernah pecah. Sekarang, jika ada masalah mereka menghadapi secara dewasa, bukan marah-marahan layaknya anak kecil.
‘’El, katanya Raiden berhasil ambil hatinya si Fea, dan sekarang mereka jadian,’’ kataku sedikit penasaran.
‘’Iya,’’ jawabnya singkat tidak peduli.
‘’Dih, males banget jawabnya kaya gitu.’’ Aku memotar bola mata malas dan langsung meninggalkan Elzares sendirian di ruang tamu.
‘’Abang lagi kenapa, sih, kok cuek banget sama Nala?’’ tanya Bunda Retha.
‘’Abang lagi ngerjain skripsi, Bun,’’ jawabnya masih cuek.
‘’Ya, tapi, kan, ga usah kaya gitu bisa,’’ tutur Bunda Retha.
‘’Iya, Bunda, nanti Abang minta maaf sama Nala,’’ ujar Elzares.
‘’Sekarang.’’ Perintah Bunda Retha langsung dijalankan oleh Elzares.
Keesokan harinya mereka semua berkumpul di cafe yang sudah mereka booking untuk merayakan anniversary persahabatan mereka yang ke-2 tahun. Sejak itu persahabatan mereka terus berjalan sampai maut yang memisahkan mereka.