Tarian THR jadi warna baru Lebaran 2025. Seru dan menghibur, tapi juga mengundang kontroversi. Apakah sekadar tren atau simbol yang patut dipertanyakan? Mari kita kupas.

Tagar.co – Lebaran 2025 menghadirkan tren yang luar biasa seru. Momen bagi-bagi tunjangan hari raya (THR) tahun ini bukan lagi soal uang dalam amplop, melainkan juga soal gerakan tubuh yang viral di media sosial. Sebuah tarian yang cukup menyita perhatian: Tarian Bagi-Bagi THR alias Joget THR.

Video-video keluarga yang berjoget-joget seru demi THR langsung membanjiri lini masa. Dari anak-anak sampai orang dewasa, semua larut dalam keriangan. Di ujung goyangan, amplop THR berpindah tangan. Suasana Lebaran pun jadi lebih semarak, lebih cair. Namun siapa sangka, tarian yang semula dianggap sekadar hiburan ini justru memantik perdebatan.

Di balik tawa dan canda, muncul suara-suara sumbang: tarian ini disebut-sebut mirip dengan tradisi Yahudi. Benarkah demikian? Atau ini hanya kebetulan semata?

Momen Lebaran yang Berbeda

Seperti tahun-tahun sebelumnya, media sosial kembali dikuasai tren bertema Lebaran. Tapi kali ini berbeda. Tarian THR jadi bintang utamanya. Bayangkan saja, untuk bisa menerima THR, seseorang “ditantang” menari dulu. Gerakan enerjik, ekspresi jenaka, dan suasana santai membuat ritual ini terasa segar. Alih-alih kaku dan formal, momen pemberian THR jadi lebih hidup.

Tapi kegembiraan itu tak bertahan lama. Ketika video-video ini makin meluas, sejumlah pihak mulai mengaitkan gerakan tarian tersebut dengan tradisi Yahudi. Tentu saja, seperti umumnya tren medsos, kabar itu cepat menyebar. Ada yang langsung percaya, ada yang skeptis. Ada pula yang buru-buru menyimpulkan bahwa tarian ini membawa simbol budaya yang dianggap tidak selaras dengan nilai tertentu.

Bunda Corla: Ini Tarian Asal Finlandia, Bukan Yahudi

Di tengah derasnya kabar miring itu, influencer Bunda Corla angkat suara. Lewat akun Instagram-nya, ia menjelaskan bahwa tarian tersebut sama sekali bukan bagian dari tradisi Yahudi. Menurutnya, gerakan itu berasal dari Finlandia, tepatnya dari pesta remaja tahun 1960-an yang diiringi musik riang. “Ini joget biasa, tidak ada kaitannya dengan agama apa pun,” ujarnya tegas.

Penjelasan Bunda Corla mendapat sambutan hangat. Banyak yang mendukung. Kita memang terlalu sering menyaksikan bagaimana tren media sosial diseret ke ranah sensitif, hanya karena kemiripan gerakan atau nuansa. Di sisi lain, sebagian warganet tetap mengingatkan bahwa seni dan budaya punya spektrum yang luas—tidak selalu eksklusif milik satu kelompok atau identitas.

Tarian: Tren atau Kontroversi?

Pada titik ini, kita dihadapkan pada pertanyaan: apakah tarian ini hanyalah hiburan musiman, atau potensi polemik yang bisa membesar? Mungkin jawabannya ada di tengah-tengah. Tak bisa dimungkiri, tarian bagi-bagi THR telah memberi warna baru dalam perayaan Lebaran.

Dulu, pemberian THR berlangsung dengan kesan formal dan canggung. Kini, ada kegembiraan yang menyertainya—gerakan tari, senyuman, dan tawa.

Namun, kemunculan klaim-klaim kontroversial juga mengingatkan kita akan rentannya persepsi publik. Dalam masyarakat yang mudah terpicu oleh simbol, kesalahpahaman bisa terjadi kapan saja. Bahkan hal sepele pun bisa digiring menjadi isu sensitif jika tidak disikapi dengan jernih.

Kesimpulan: Bijak Menyikapi, Ringan Merayakan

Apapun asal-usul tarian ini, mungkin sudah saatnya kita menikmati keceriaan Lebaran tanpa terseret ke pusaran kontroversi yang tak perlu. Tarian THR jelas membawa tawa dan kebersamaan. Selama tak ada pihak yang dirugikan, tak ada salahnya menikmati hiburan yang ada. Tapi, kita juga perlu tetap bijak dalam menyikapi berbagai isu yang berseliweran di media sosial.

Jangan sampai momen Lebaran yang seharusnya menyatukan, malah menjadi ajang debat tak produktif. Mari rayakan Lebaran dengan senyuman, tawa, dan—kalau perlu—sedikit joget. Karena pada akhirnya, Lebaran adalah tentang kebersamaan. Bukan tentang siapa menari seperti siapa. (#)

Oleh Ulul Albab; Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur
Penyunting Mohammad Nurfatoni
Sumber : https://tagar.co/joget-thr-viral-antara-kreativitas-dan-kontroversi/