Kultum Ramadan (Seri 2); Oleh Dr. Aji Damanuri, M.E.I., Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung, Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Tulungagung.

Tagar.co – Dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa adalah materi kultum yang sangat tepat disampaikan di hari kedua Ramadan. Berikut naskah lengkapnya:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيَّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita kesempatan untuk menikmati bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan rahmat. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia mengikuti ajaran beliau.

Pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan sedikit renungan tentang kegembiraan dalam puasa. Meskipun puasa terasa berat, ada kegembiraan yang dirasakan baik saat berbuka puasa maupun kelak ketika bertemu dengan Allah Swt. Mengapa hal ini terjadi? Mari kita analisis dari sudut pandang psikologi agama, dilengkapi dengan dalil Al-Quran, hadis sahih, dan konsep-konsep psikologi agama.

Rasulullah Saw. bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: kegembiraan saat berbuka puasa dan kegembiraan saat bertemu dengan Tuhannya karena puasanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kegembiraan pertama, kegembiraan saat berbuka puasa. Menurut Abraham Maslow, seorang psikolog humanis, manusia memiliki hierarki kebutuhan, mulai dari kebutuhan fisiologis (seperti makan dan minum) hingga kebutuhan aktualisasi diri. Saat berbuka puasa, kebutuhan fisiologis yang tertunda selama sehari terpenuhi, sehingga menimbulkan perasaan lega dan bahagia.

Selain itu, berbuka puasa juga melibatkan aspek spiritual. Saat berbuka, kita merasakan nikmat Allah yang diberikan setelah menahan diri seharian. Ini menciptakan rasa syukur yang mendalam, yang menurut Martin Seligman, psikolog positif, adalah salah satu kunci kebahagiaan. Semakin bersyukur maka semakin bahagia.

Kegembiraan kedua adalah kegembiraan saat bertemu dengan Allah Swt. Ini adalah kegembiraan spiritual yang jauh lebih besar dan abadi. Allah Swt. berfirman:

فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)

Kegembiraan ini berkaitan dengan konsep harapan dan imbalan spiritual. Dalam psikologi agama, harapan akan pahala dan ridha Allah memberikan motivasi dan kebahagiaan yang mendalam. William James, seorang filsuf dan psikolog, menyatakan bahwa pengalaman spiritual dapat memberikan kebahagiaan yang tidak tergantung pada kondisi fisik.

Puasa akan membuat pelakunya menjadi tenang. Ketenangan hati (inner peace) di dapat karena keikhlasan, ketaatan dan kesabaran yang menyatu. Puasa membikin kita tenang karena juga melatih kita untuk mengendalikan hawa nafsu dan emosi. Menurut Al-Ghazali, puasa adalah sarana untuk mencapai ketenangan hati. Ketika hati tenang, kegembiraan spiritual akan muncul karena kita merasa dekat dengan Allah.

Puasa juga sebagai pemenuhan kebutuhan spiritual, karena di sadari atau tidak setiap manusia membutuhkan spiritualitas dalam dirinya. Viktor Frankl, psikolog eksistensialis, menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Puasa memberikan makna spiritual yang mendalam, yaitu sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Pemenuhan kebutuhan spiritual ini menciptakan kebahagiaan yang sejati.

Puasa juga mengajarkan kita untuk bersyukur atas nikmat Allah. Robert Emmons, psikolog yang mempelajari rasa syukur, menemukan bahwa rasa syukur dapat meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis.

Contohnya, ketika seorang mahasiswa yang sedang berpuasa, dia merasa lelah dan lapar sepanjang hari, tetapi saat tiba waktu berbuka, dia merasakan kegembiraan yang luar biasa. Dia duduk bersama keluarga, menikmati hidangan berbuka, dan merasakan kebersamaan yang hangat. Kegembiraan ini tidak hanya berasal dari pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi juga dari rasa syukur dan kebersamaan spiritual.

Contoh lain adalah seorang pekerja yang berpuasa. Meskipun dia merasa lelah setelah seharian bekerja, dia tetap bersemangat untuk shalat tarawih dan tadarus Al-Quran. Kegembiraan yang dia rasakan berasal dari keyakinan bahwa amal ibadahnya akan diterima oleh Allah dan mendekatkannya kepada surga.

Dr. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan bahwa puasa adalah ibadah yang melibatkan seluruh aspek manusia, baik fisik, psikologis, maupun spiritual. Kegembiraan dalam puasa adalah hasil dari keseimbangan antara ketiga aspek ini.

Sementara itu, Dr. Zakir Naik menekankan puasa mengajarkan kita untuk merasakan penderitaan orang lain, sehingga kita lebih bersyukur dan bahagia dengan apa yang kita miliki.

Puasa memang berat, tetapi kegembiraan yang dirasakan saat berbuka dan kelak bertemu dengan Allah Swt adalah imbalan yang tak ternilai. Kegembiraan ini berasal dari pemenuhan kebutuhan fisik, spiritual, dan psikologis. Dengan puasa, kita belajar untuk bersyukur, mengendalikan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Semoga puasa kita tahun ini membawa kegembiraan yang sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Amin. (#)

NasruminallahwafathunqaribWassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Sumber : https://tagar.co/kultum-ramadan-puasa-ujian-yang-berat-namun-menyimpan-dua-kebahagiaan-besar/