Ada satu sifat yang membuat Allah murka—bisa jadi kita pernah melakukannya tanpa sadar, karena ia sering muncul dalam keseharian, tersembunyi di balik sikap yang tampak biasa saja.

Salah satu sifat yang paling dibenci Allah Swt. adalah sikap keras kepala dan gemar berdebat tanpa landasan kebenaran, sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah Saw dalam hadis ini:

عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ

Aisyah Raḍiyallāhuanhā meriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, “Orang yang paling dimurkai Allah adalah orang yang keras lagi suka berdebat.” (Muttafaq ‘alaihi, Sahih Bukhari No. 2457)

Penjelasan Hadis

Nabi ﷺ mengabarkan bahwa Allah Tabārakawata‘ālā membenci orang yang keras dan banyak berdebat; yaitu orang yang tidak mau menerima kebenaran dan berusaha menolaknya dengan perdebatan, atau orang yang membela kebenaran tetapi melampaui batas dan keluar dari adab, serta tidak menggunakan ilmu dalam berdebat.

Faidah dari Hadis

  1. Tuntutan orang yang terzalimi terkait haknya di pengadilan tidak termasuk dalam perdebatan yang tercela.
  2. Berdebat dan bertikai termasuk penyakit lisan yang dapat menyebabkan perpecahan dan permusuhan di antara kaum Muslim.
  3. Berdebat hukumnya terpuji jika dilakukan untuk membela kebenaran dengan cara yang baik. Sebaliknya, hukumnya tercela jika bertujuan menolak kebenaran, menetapkan kebatilan, atau dilakukan tanpa hujah dan bukti.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (An-Nahl: 125)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan etika dalam berdialog dan berdebat. Islam tidak melarang perdebatan selama dilakukan dengan adab yang baik dan bertujuan mencari kebenaran, bukan sekadar ingin menang atau menunjukkan kehebatan.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا

“Aku menjamin sebuah rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan, walaupun ia berada di pihak yang benar.” (H.R. Abu Dawud No 4800, hasan oleh Al-Albani)

Hadis ini menegaskan bahwa meninggalkan perdebatan yang tidak perlu adalah sifat orang yang berakhlak mulia. Terkadang, mempertahankan argumen dalam perdebatan yang berkepanjangan tidak membawa manfaat, justru memicu kebencian dan permusuhan.

Seseorang yang sering berdebat keras cenderung memiliki hati yang keras pula. Allah berfirman:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah: 74)

Orang yang selalu ingin menang dalam perdebatan tanpa mempertimbangkan kebenaran akan sulit menerima nasihat. Mereka lebih memilih mempertahankan egonya daripada tunduk kepada kebenaran. Oleh karena itu, seorang mukmin sejati hendaknya berhati-hati dalam menggunakan lisannya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (H.R. BukhariNo. 6018, Muslim No. 47)

Islam menganjurkan kita untuk selalu menjaga lisan, menghindari perdebatan yang sia-sia, dan berbicara hanya jika ada manfaatnya. Jika kita mendapati diri dalam perdebatan yang tidak membawa manfaat, lebih baik diam dan menjauh, sebagaimana Rasulullah ﷺ memberikan jaminan rumah di surga bagi mereka yang meninggalkan perdebatan meskipun mereka benar.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang rendah hati, sabar, dan selalu berbicara dengan hikmah serta kebaikan. (#)

  • Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
  • Penyunting Mohammad Nurfatoni
  • Sumber : https://tagar.co/manusia-yang-paling-dimurkai-allah/