Penulis: Andini Azalia Rahmawa
Alumni : Tahun 2023

 

Di malam itu, di tempat ini dia berada, sebuah kos yang terdapat 6 orang, yaitu Jake, Aidan, Sabiru, Anin, Naufal, Langit, in memories Dita.

Jake cowok yang terkenal dengan galak dan cuek. Tapi mungkin itu tidak bertahan lama. Pada suatu hari di kos tersebut memasuki penghuni baru namanya Anin. Jake tidak ingin menerima penghuni baru setelah kejadian itu. Tetapi pada akhirnya Anin tinggal di kos itu.

Saat malam itu, Anin ingin pergi ke kamar mandi. Namun, ada satu kamar yang selalu dikunci dan tidak dibuka. Anin ingin kembali ke kamar, Anin melihat kamar itu terbuka, Anin hendak menutup pintu kamar itu, ternyata di dalam kamar itu ada Jake yang sedang membersihkan kamar tersebut. Jake memarahi Anin karena masuk tanpa izin.

Di meja makan Anin bertemu dengan Biru, sosok yang selalu tersenyum kepada Anin. Anin bertanya, “Biru, lagi masak apa?” Biru menjawab, “Mau masak mie, lo mau?” Dengan cepat, Anin menganggukkan kepala. “Boleh.”

Di meja makan, Anin menunggu Biru membuat mie, satu persatu para penghuni kos itu berjalan ke arah Anin. Di sinilah Anin tahu semua kejadian sebelum dia menghuni di kos ini. Suatu hari, Kanala mengalami sakit berat dan di kos tersebut tidak ada orang sama sekali,

termasuk Jake sosok yang paling dekat dengan Dita.

Aidan, dia adalah cowok terakhir yang berada di dalam kos itu, Aidan berpamitan kepada Dita. Ia pergi membeli makanan untuk mereka berdua, tetapi semua itu benar- benar kejadian yang tidak terduga. Dita ditemukan tergeletak di lantai kamarnya. Aidan menemukan Dita dengan keadaan muka yang sangat pucat, ia menelepon teman-temannya untuk segera pulang menuju kos, sesampainya mereka semua di kos, mereka menemukan kedua temannya sedang menangis, Jake salah satu yang menangis sejadi-jadinya.

Setelah kejadian itu, kos itu terasa sunyi, hampa, seperti sudah tidak tahu bagaimana kedepannya.

****

9 bulan berlalu setelah Jake menceritakan hal tersebut kepada Anin, mereka sedang bepergian menuju Bali.

Di sana mereka menikmati suasana pantai dengan sangat gembira, di sinilah masalah sesungguhnya terjadi.

“Jake, di mana Biru?” tanya Langit kepada Jake, Jake melihat Anin bersama Biru sedang duduk di sana, mereka berbincang tentang hari-hari selanjutnya apa yang akan mereka lakukan. Di sana mereka berbincang sambil melihat sunset yang ingin tenggelam, mereka berniat untuk berenang di pantai.

“Jake, cepat tolongin Anin!” Naufal berteriak membuat Jake berlari dengan cepat menuju Anin yang ingin tenggelam.

Naufal juga ikut turun ke laut menolong mereka berdua. Deru ombak itu membuat mereka bertiga tidak bisa melakukan apa-apa, ombak yang sangat keras membuat mereka lenyap di sana. mereka bertiga tenggelam dengan keadaan yang sangat kacau.

****

Ternyata semua itu hanyalah mimpi bagi, Anin, Jake, dan Naufal. Jika kalian tau bahwa sesungguhnya Dita masih ada di dunia ini. Dan bahwa sesungguhnya Mereka bertiga sudah mengalami koma setahun lebih, akibat bencana robohnya kampus mereka, di sini saatnya mereka bertarung nyawa antara hidup dan mati, akankah mereka terus bertahan di dunia ini? Ataukah mereka akan meninggalkan dunia ini dan meminta keadilan?

“Anin, sudah berapa tahun tidak bangun, Mama kangen, Nak.” Suara sosok wanita paruh baya. Seharusnya Biru menahan keduanya untuk tidak bermain di sana, karena pada dimensi lain, Dinda dan Genta sama-sama kritis. Semakin dekat keduanya semakin kecil harapan untuk mereka kembali. Sama dengan Naufal semakin jauh dia bersama wanita yang dicintai, semakin jauh pula ia dengan kehidupan.

Anin, Jake, dan Naufal sudah menemukan kehidupan mereka setelah setahun terbaring koma akibat insiden kampus mereka yang roboh, hampir mengerus lima nyawa mahasiswanya. Hanya menunggu waktu, akankah ketiganya terselamatkan atau memilih untuk tidur selama-lamanya?

****

Cuaca awan sangat gelap, seperti tahu bahwa ada pertanda untuk semua ini. Biru, setelah menyelesaikan makan malamnya di kantin rumah sakit, Biru menghela nafas, “Gua kali ini cuman berharap, mereka selamat, benar-benar rindu yang tidak bisa di sampaikan.” Ia berjalan sambil melihat sekitar rumah sakit, di situ ada pasien yang sedang menunggu obat, menunggu pertolongan dokter, dan lain sebagainya. Dreettt.. suara deringan handphone Biru yang bergetar pertanda bahwa ada yang meneleponnya.

“Halo, kenapa, Ngit?” Biru berjalan sambil tergesah- gesah seperti ada kabar sesuatu yang akan terjadi.

****

16.45, 17.05, 19.17, di jam itu mereka semua kehilangan sosok teman ketiganya itu.

Semua kejadian mereka bersama itu hanya mimpi bagi mereka bertiga. Hanya tersisa Biru, Langit, dan Aidan. Mereka yang akan bersama untuk kehidupan selanjutnya, selamat jalan kalian bertiga.

Biru memasuki ruangan di mana Naufal berada, “Pal, demi Allah bangun, kita belum salat isya bareng. Gue udah lebih banyak belajar baca doa-doa supaya bisa jadi imam salat kayak lo. Hafalan surat gue juga udah makin banyak. Bangun, gue mohon, bangun.” Biru terduduk tidak berdaya, bersandar pada dinding. Ia menunggu tangan Tuhan mengusap kepalanya dan semua harapan terkabul. Di ruangan itu, semuanya terpukul akibat kejadian yang menimpa mereka, kita sekarang hanya butuh keadilan untuk mereka semua, akibat terjadinya insiden tersebut gedung itu di tutup sementara, di sisi lain para mahasiswa sedang mencari keadilan untuk teman-temannya yang sedang bertarung nyawa.

****

Seumpama langit siang ini cukup menawan, hati Sabiru mungkin tidak akan berawan. Pilu membiru membelenggu. Rasanya berat melepaskan orang-orang yang begitu dekat dan sangat dicintai. Tanpa ujar kata selama setahun penuh. Tidak ada salam perpisahan dan tanpa pertemuan untuk yang terakhir kalinya.

Kehancurannya sudah tidak berbentuk lagi. Air matanya sudah tidak terbendung lagi. Kesedihannya sudah tidak bisa dibicarakan lagi. Patah. Sulit untuk mengerti keadaan tetapi yang terlihat di pelupuk mata memang hanya ada kehilangan.

****

2 tahun berlalu semenjak mereka pergi dengan kehidupan selanjutnya, Langit bepergian menuju Paris untuk menjalankan kuliah di sana. Aidan kembali pulang kerumah kedua orang tua untuk kehidupan selanjutnya juga, tidak dengan Biru lelaki itu masih tetap bertahan di kos itu, dia selalu mengingat dengan hal-hal yang pernah dilakukan dengan teman-temannya.

Sabiru berjalan menuju ke halaman belakang di mana biasanya mereka nongkrong di sana, ada satu tempat duduk, yang di tempat itu memiliki banyak kenangan tersembunyi

“Tempat ini udah nggak bakal sama lagi setelah kalian semua nggak ada. Di sini biasanya naufal sama Anin ribut, suara gitar kalo malem yang bikin Jake ngamuk. Semuanya ada di sini.” Sabiru berkata dengan sendirinya.

Masih di tempat yang sama. Sabiru sedang menonton video yang mereka edit sebagai kenangan-kenangan mereka, mereka terlihat bahagia di sana, semua itu hanya kenangan bagi Sabiru. Harapan Sabiru saat ini adalah, yang tersisa janganlah ikut pergi.

Jake, Anin, Naufal, pergi meninggalkan kenangan yang indah. Selamat jalan kamu dari aku Sabiru Aswangga, Langit Rahendra, dan Aidan Rakaswara.