Pembelajaran tak cukup di permukaan. Saat pembelajaran mendalam bertemu kebiasaan baik anak Indonesia, lahirlah pendekatan holistik yang menyatukan pengetahuan, karakter, dan aksi nyata. Menuju Pembelajaran Mendalam (Bagian 2): Oleh Syaifulloh, Penikmat Pendidikan

Beberapa waktu lalu, saya menghadiri sebuah pertemuan pendidikan internasional yang diselenggarakan di Global Jaya School, salah satu sekolah internasional terkemuka.

Pertemuan ini dihadiri oleh para praktisi pendidikan yang berafiliasi dengan kurikulum International Baccalaureate (IB) dari dalam dan luar negeri. Momen penting ini menjadi ajang berbagi wawasan tentang pendidikan holistik. Selama tiga hari, para ahli pendidikan dari berbagai negara membahas implementasi kurikulum IB, dengan fokus pada pengembangan karakter siswa.

Salah satu poin utama yang mengemuka adalah peran deep thinking sebagai alat utama menuju deep learning—sebuah pendekatan yang mendorong siswa membangun pemahaman konseptual yang mendalam dan relevan.

Mengenal Deep Thinking

Menurut Janet J. Broughton dalam Deep Thinking: What Mathematics Can Teach Us about the Mind, berpikir mendalam adalah cara kerja alami dari pikiran—aktif, dinamis, dan kreatif. Pikiran tidak perlu “dinyalakan” karena sejatinya sudah hadir dalam kondisi menyala, sebagaimana terlihat pada bayi yang mulai memahami dunia secara konseptual.

Penelitian tentang perkembangan sistem konseptual pada bayi menunjukkan bahwa deep thinking merupakan proses mendasar yang memungkinkan individu mengenali pola dan membentuk pemahaman yang kuat. Istilah lain untuk proses ini adalah “berpikir perkembangan,” yang menekankan sifat alami dan progresif dari cara berpikir manusia.

Dalam konteks pendidikan, deep thinking menjadi fondasi penting untuk mendorong siswa berpikir kritis, menganalisis informasi, dan menghubungkan berbagai konsep. Kurikulum IB, melalui 10 Learner Profile-nya, menempatkan atribut seperti thinkers dan inquirers sebagai pilar utama dalam mengembangkan kemampuan berpikir tersebut.

Siswa didorong untuk mengeksplorasi ide secara mendalam, mempertanyakan asumsi, dan mencari solusi inovatif, sehingga proses pembelajaran tidak berhenti pada hafalan, melainkan menjadi pengalaman yang bermakna.

Deep Thinking dalam Konteks IB

Diskusi selama pertemuan menyoroti bagaimana 10 IB Learner Profile—seperti inquirersknowledgeable, dan reflective—mendukung pengembangan deep thinking. Misalnya, siswa yang menjadi inquirers mengembangkan rasa ingin tahu alami, sementara thinkers dilatih untuk menganalisis masalah kompleks secara kritis dan etis.

Pendekatan ini memungkinkan siswa membangun pemahaman yang lebih konseptual, selaras dengan tujuan kurikulum IB untuk menciptakan pelajar yang siap menghadapi tantangan global.

Pertemuan tersebut juga menegaskan pentingnya jejaring antar-sekolah IB. Para peserta berbagi pengalaman bagaimana deep thinking dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sehari-hari, mulai dari desain proyek hingga metode evaluasi.

Namun demikian, deep thinking saja belum cukup tanpa dukungan pendekatan teknologi yang mampu menunjang pembelajaran secara lebih terstruktur dan adaptif.

Menuju Deep Learning

Bagian selanjutnya akan membahas konsep deep learning, sebuah pendekatan berbasis jaringan saraf yang mengubah cara kita memahami data dan pola belajar. Bagaimana deep thinking dan deep learning dapat bersinergi dengan IB Learner Profile dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif? Simak kelanjutannya pada tulisan mendatang. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Sumber : https://tagar.co/deep-thinking-sebagai-fondasi-pembelajaran-mendalam/