• Jl. Gogor IV No.6-8, Kel. Jajartunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur.
  • (031) 7663913
  • 06.30 WIB s.d 17.00 WIB
  • Jl. Gogor IV No.6-8, Kel. Jajartunggal, Kec. Wiyung, Surabaya, Jawa Timur.
  • (031) 7663913
  • 06.30 WIB s.d 17.00 WIB

Hukum Bermegah-megahan Membangun Masjid

Hukum Bermegah-megahan Membangun Masjid, oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo

PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah

عن أنس رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي الْمَسَاجِدِ. رواه أبو داود

Dari Anas  bahwa Nabi bersabda: “Tidak akan tiba hari Kiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam membangun masjid.” (HR Abu Dawud, Ahmad ,dan Ibnu Majah)

Masjid dari akar kata sajada-yasjudu-sujuudan yakni wadla’a jabhatahu ‘alal ardli yakni meletakkan dahinya di atas tanah. Sedangkan masjid jamaknya masaajid adalah makaanun yushalli fiihinnaasu jamaa’atan yaitu tempat manusia shalat berjamaah. Sehingga masjid merupakan bentuk isim makan dari sajida-yasjudu tersebut yang juga berarti tempat orang bersujud.

Sujud merupakan simbol ketundukan dan ketaatan secara mutlak dan itu yang pertama dan utama adalah kepada Allah Sunhanahu wa Taala. Sehingga tatkala seorang hamba telah bersujud kepada Allah seyogyanya ia tautkan hatinya selalau kepada Allah. Sekiranya ia belum menautkan hati kepada Allah secara total, maka dapat diindikasikan  bahwa ia belum sujud dalam arti yang sebenarnya kepada Allah Sunhanahu wa Taala. 

Mengembalikan Fungsi Masjid

Masjid dalam hadits di atas merupakan bagian dari tanda datangnya Hari Kiamat, yaitu ketika bangunan masjid dibikin sedemikian megah dan mewah. Dan pada saat ini dapat kita saksikan hampir semua masjid berbenah untuk memegahkan diri termasuk yang sudah lama perlu diadakan renovasi. Maka hal ini menjadi suatu yang perlu mendapat perhatian bagi kita bersama terhadap sinyalemen hadits di atas, bahwa hal itu menjadi tanda semakin dekatnya Hari Kiamat itu.

Tentu yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini adalah fungsi masjid itu sendiri, karena keterjebakan hanya pada bermegah-megahan saja tanpa memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar, merupakan suatu yang memprihatinkan. 

Maka memahami fungsi masjid dalam artian yang sebenarnya merupakan kemutlakkan yang tidak bisa dihindari. Terutama bagi takmir masjid yang bertanggung jawab atau kalau tidak boleh dikatakan sebagai pemegang amanah bagi umat di sekitarnya.

Masjid merupakan pusat aktivitas bagi kaum Muslimin dan Muslimat. Khususnya dalam rangka pembinaan keimanan dan ubudiyyah-nya. Maka masjid seolah menjadi sarana penjaga terhadap keberlangsungan dan kesinambungan kedua hal tersebut. Sehingga fungsi masjid merupakan sarana taklim bagi umatnya. Ada suatu jaminan bahwa warga masjid adalah warga Muslim yang senantiasa berpegang teguh pada nilai keimanannya dengan berlandaskan pada nilai-nilai tauhid dan mampu mejalankan ibadah yakni bersujud, tunduk,dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Taala semata. 

Masjid sekaligus berfungsi menjadi perekat ukhuwwah di antara kaum Muslimin. Ibadah ritual yang menjadi sarana komunikasi setiap pribadi dengan Tuhan-nya yang secara umum sering disebut shalat secara struktural, senantiasa dilakukan secara berjamaah. Maka secara fungsi sosial yakni fungsi shalat secara fungsional masjid seharusnya menjadi titik koordinat bagi seluruh hajat hidup umat disekitarnya. Sehingga jangan sampai ada warga yang kelaparan atau bahkan kekurangan kebutuhan pokoknya apalagi sampai mereka harus mencuri. Seolah dalam hal ini masjid juga menjaga tingkat kesejahtraan lahir dan batin bagi umatnya tersebut.

Dari sini dapat terlihat bahwa begitu beratnya tanggung jawab sebagai takmir masjid itu. Bukan sekadar hanya tempel nama begitu saja, tetapi memang ada tanggung jawab di sisi Allah jauh lebih berat. Maka takmir memang adalah orang-orang pilihan yang memang memiliki kapasitas yang baik, sebagaimana Allah menyampaikan:

مَا كَانَ لِلۡمُشۡرِكِينَ أَن يَعۡمُرُواْ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ شَٰهِدِينَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِم بِٱلۡكُفۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ وَفِي ٱلنَّارِ هُمۡ خَٰلِدُونَ  ١٧ إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ  ١٨

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (at-Taubah: 17–18)

Strategisnya Masjid

Maka begitu strategisnya sesungguhnya fungsi masjid jika dapat dioptimalkan dengan sebaik-baiknya. Kualitas umat ini sangat bergantung pada bagaimana kualitas manejemen masjid yang ada di wilayahnya. Karenanya seharusnya antara masjid dan umatnya memiliki keterikatan dan keterkaitan yang sangat erat. Keduanya merupakan suatu yang saling menunjang. Maka bagaimanapun menejemen masjid haruslah menjadi perhatian bagi kepentingan kita seluruh kaum muslimin ini.

Sehingga kita tidak hanya terjebak pada berlomba dalam bermegah-megahan masjid. Tetapi sekaligus berlomba membangun SDM masjid sehingga berfungsi sebagaimana mestinya. Optimalisasi fungsi masjid sehingga berdampak pada lingkungannya merupakan program utama dan prioritas dari lainnya bagi umat ini, termasuk dari sekedar bermegah-megahan membangun fisiknya.

Kegiatan berbasis masjid merupakan kegiatan yang harus selalu dicanangkan. Jangan sampai masjid justru menjadi sumber perpecahan dikalangan kaum mualimin. Hal ini bisa jadi karena adanya perbedaan persepsi di tengah umat, dan perbedaan yang ada haruslah dipahami sebagai suatu keyakinan yang memang tidak dapat dipaksakan antara satu dengan lainnya. 

Biarlah umat tercerahkan dengan diberikan bimbingan yang memang ber-istinbath pada sumber hukum islam yakni al Quran dan ash Shunnah. Karena dakwah kita tidak mengajak kepada kelompok apalagi fanatik kelompok atau golongan. Berilah kebebasan pada umat untuk menentukan keyakinannya sendiri, setelah mereka memahami kebenaran yang disampaikan, karena tanggung jawab kepada Allah juga bersifat sendiri-sendiri.

Berlomba-lomba dalam mefungsikan masjid bukan berlomba-lomba hanya memegahkan masjid, merupakan tema yang tepat untuk dijadikan kalimat motivasi bagi kita umat ini.Karena sekalipun kita bukan termasuk pengurus takmir masjid tetapi kita adalah orang yang beriman yang juga harus turut serta secara aktif memakmurkan masjid-masjid Allah itu dengan sebaik-baiknya. Minimal memberikan dorongan dan dukungan selalu terhadap kegiatan yang ada, tanpa ada usaha untuk sebaliknya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Previous Post
Newer Post